Ilustrasi, sumber foto: republika.co.id

SGP TANGKASRencana Kementerian Pertahanan untuk membeli alat utama sistem pertahanan (alutsista) dengan anggaran jumbo telah menarik perhatian publik sejak pekan lalu. Berdasarkan dokumen rancangan peraturan presiden yang diedarkan ke publik pekan lalu, anggarannya mencapai US$104.247.117.280 atau Rp1.760 triliun.

Informasi ini pertama kali disampaikan pengamat dan analis pertahanan dari Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan), Connie Rahakundini Bakrie. Dia mengatakan anggaran sebesar itu harus dihabiskan hingga 2024.

"Anggaran sebesar ini yang kalau dirupiahkan Rp1.760 triliun dan harus habis dalam kurun waktu tiga tahun, kita mau beli apa? Mau perang ke mana? Alutsista apa yang mau kita bikin?" ujar Connie saat berbicara di akun YouTube Uncensored milik Akbar Faizal yang tayang pada 27 Mei 2021.

Ia juga mengatakan, Asisten Perencanaan dan Anggaran dari tiga dimensi itu mengaku bingung dari mana datangnya angka sebesar itu. Connie menjelaskan pengadaan alutsista harus dilakukan secara bottom-up atau berdasarkan kebutuhan masing-masing dimensi.

“Misalnya saya komandan skuadron, saya lah yang akan mengetahui kebutuhannya apa. Masalahnya seperti apa, kapan dia harus diganti. Kemudian, ancaman di masa depan apa. Jadi, nanti dia yang akan menentukan pesawat tempur saya maunya ini atau submarine saya itu. Bisa dibayangkan angka ini keluar tapi asrena (angkatan) tidak tahu," ujarnya.

Apa saja sebenarnya poin-poin dalam rancangan Perpres sebanyak delapan halaman itu?

Kemhan menyusun rencana kebutuhan alutsista untuk lima rencana strategis

Rancangan Perpres terdiri dari 10 pasal. Dalam Pasal 2 ayat 1 tertulis bahwa Menteri menyusun rencana kebutuhan (renbut) alat pertahanan dan keamanan (alpahankam) Kementerian Pertahanan dan TNI untuk lima rencana strategis (renbut) tahun 2020-2044.

“Pelaksanaannya akan dimulai pada renstra pada 2020-2024 dan membutuhkan renstra jamak dalam pembiayaan dan pengadaannya,” bunyi draf peraturan tersebut.

Pasal 2 ayat 7 tertulis dalam pemenuhan alpahankam, Kementerian Pertahanan akan mengutamakan penggunaan produk dalam negeri. “Bila belum dapat dipenuhi (dengan menggunakan produk dalam negeri), maka dapat menggunakan produk luar negeri,” kata rancangan Perpres tersebut.

Namun, dalam 10 pasal tersebut tidak disebutkan secara rinci alutsista apa saja yang akan dibeli.


Pengadaan alutsista senilai Rp 1.760 triliun akan menggunakan pinjaman luar negeri alias utang

Rincian mengenai jumlah nominal dana yang dibutuhkan, anggaran untuk pemeliharaan dan sisa dana yang akan dipinjam tertulis lengkap dalam pasal tiga. Salah satunya mengatakan renbut membutuhkan anggaran sebesar US$124.995.000.000

Berikut poin-poin penting yang ditulis dalam artikel tersebut:

  • untuk akuisisi alpalhankam sebesar US$79.099.625.314 
  • untuk pembayaran bunga tetap selama lima Renstra sebesar US$13.390.000.000
  • untuk dana kontijensi serta pemeliharaan dan perawatan alpalhankam sebesar US$32.505.274.686
  • rencana kebutuhan telah teralokasi sejumlah US$20.747.882.720 pada Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah Khusus tahun 2020- 2024
  • selisih dari renbut sejumlah US$104.247.117.280 yang akan dipenuhi pada renstra tahun 2020-2024

Kemudian, pada Pasal 4 ayat 1, tertulis pengadaan Kementerian Pertahanan dan TNI dalam rencana kebutuhan dilakukan oleh Kementerian Pertahanan dalam rencana strategis 2020-2024. Sedangkan pada ayat 2 tertulis pengadaan alutsista baru dapat dilakukan setelah rancangan Perpres resmi diundangkan.


Pengadaan alutsista dengan utang harus berkoordinasi dengan Bappenas

Sedangkan Pasal 6 dengan jelas menyebutkan bahwa anggaran untuk memenuhi rencana kebutuhan pembelian alutsista ditanggung oleh APBN dan penerimaan negara, melalui anggaran pinjaman luar negeri. Pasal 6 ayat 2 menyebutkan bahwa pengadaan pinjaman luar negeri dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Salah satunya adalah Menteri PPN/Bappenas.

Pada ayat tiga disebutkan bahwa pengadaan pinjaman luar negeri hanya dapat dilakukan setelah kontrak jual beli ditandatangani oleh Kementerian Pertahanan. Menurut Connie, Kementerian Pertahanan sudah berbicara dengan Bappenas tentang rencana pembelian alutsista dengan menggunakan utang.

“Karena yang bisa mengadakan kredit ekspor (pinjaman luar negeri) itu Bappenas,” kata Connie.

Ia mengaku juga telah berkomunikasi dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Suharso Monoarfa. Namun, dia hanya memahami alokasi anggaran sebesar US$20.747.882.720. Sisanya US$104.247.117.280, masih misteri.

"Yang tahu anggaran senilai US$104 miliar itu hanya di Kemenhan. Saya kan boleh aja tahu sebagai rakyat," katanya lagi.

Ia juga menyebutkan salah satu negara yang ingin memberikan pinjaman adalah Qatar. Namun, belum ada informasi apakah pinjaman tersebut sudah diberikan dari pemerintah Qatar atau belum.


Rancangan Perpres justru menghilangkan peran Komite Kebijakan Industri Pertahanan

Sementara itu, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengkritik minimnya peran Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Padahal, idealnya sebelum melakukan pemesanan, KKIP harus berkonsultasi terlebih dahulu.

Padahal, kata Khairul, KKIP diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang industri pertahanan.

"Memang di Pasal 7 disebutkan ada sejumlah menteri yang bertanggung jawab seperti Menteri BUMN, Menteri Keuangan dan Menteri Bappenas. Justru malah mengaburkan perananan dari KKIP," kata Fahmi saat dihubungi melalui telepon pada tanggal 30 Mei 2021.

Padahal, KKIP dibentuk dan diketuai oleh Menteri Pertahanan, kemudian Wakil Ketua KKIP adalah Menteri BUMN. Anggota KKIP terdiri dari Menteri Perindustrian, Menteri Riset dan Teknologi, Kapolri hingga Panglima TNI.

“Kenapa kita tidak memperkuat KKIP? Bila tidak diberikan dukungan sering kali kewenangannya malah tumpul dan bisa berisiko tujan pembangunan pertahanan tidak pada track yang tepat,” ujarnya lagi.